LISUT PENJUAL MIMPI

Awalnya, semua yang terjadi dalam kehidupan Lisut itu sebenarnya hanya kebetulan saja. Kebetulan yang menghadirkan kebetulan-kebetulan yang lain. Hingga akhirnya profesi yang sekarang tengah ia jalani menjadi satu-satunya mata pencaharian hidup yang lumayan mendatangkan banyak uang bagi Lisut. Profesi sebagai seorang Penjual Mimpi!

LELAKI YANG DICIPTAKAN MENDUNG

Aku adalah lelaki yang diciptakan awan hitam setelah bersetubuh dengan angin laut. Awalnya hujan yang aku ciptakan dalam tangisan seorang bayi begitu membahagiakan dan begitu diharapkan. Hujan kebahagiaan. Tapi seiring waktu, hujan yang aku hadirkan memberikan lelah hingga sampai pada titik marah. Dimana kesabaran habis dan mereka tidak mengerti mengapa aku selalu saja menangis dalam hujan yang deras tanpa henti.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Wednesday, 6 July 2011

Hidupku Lebih Indah Dari Surga

Sudah sering aku melihat wajah sedih dan letih ditunjukan oleh Ayah dan juga Ibu. Dan sesungguhnya aku juga tahu, bahwa semua itu disebabkan karena diriku; yang memang berbeda dari kebanyakan anak-anak seusiaku. Bukan hanya karena fisik yang berbeda, tapi juga karena aku selalu kesulitan dan lamban untuk menangkap apa-apa yang diajarkan oleh orang tuaku atau guru-guruku di sekolah.

Selain itu, aku juga terkadang kesulitan untuk menunjukan kepada semua orang tentang apa yang aku rasakan dan apa yang aku inginkan. Sehingga tidak jarang, aku kesal dan marah pada mereka yang tidak mengerti. Tapi mau bagaimana lagi? Seperti inilah diriku; seperti yang aku pintakan kepada Tuhan.


Dulu. Sebelum aku menetap di rahim Ibu dan lahir ke dunia ini, aku bertemu dengan Tuhan. Dan ketika Tuhan mengatakan bahwa aku akan diturunkan ke dunia fana ini. Aku sempat bertanya,” Apa hebatnya dunia itu dibandingkan Surga yang indah ini, Wahai Tuhanku?”
 
Kemudian Tuhan menunjukan kepadaku tentang kehidupan di dunia ini. Dan aku melihat dengan jelas betapa mengerikannya kehidupan di dunia itu. Saat itu aku langsung menolak, “Maafkan hamba yang hina ini.. Bukan maksud hamba untuk menentang perintah Mu. Namun betapa kehidupan di dunia itu sama sekali jauh dari indah, Wahai Tuhanku.”

Lalu Tuhan menunjukan kepadaku lagi wajah-wajah bahagia dari pasangan suami-istri, saat mereka melihat tubuh mungil seorang bayi yang baru saja dilahirkan. Wajah-wajah yang terlihat begitu bahagia, sampai-sampai mereka tidak mampu mengurai rasa itu dengan kata-kata, kecuali dengan lelehan airmata yang mengalir di kedua pipi mereka.
 
“Hanya itu?” tanyaku lagi kepada Tuhan kemudian, merasa hal itu tidak cukup untuk dijadikan perbandingan seimbang dengan kehidupan di Surga.
 
Kembali Tuhan menunjukan kepadaku bagaimana ekpresi bahagia tergambar di wajah pasangan suami-istri lain, ketika mereka melihat anak mereka yang baru berusia 10 bulan tengah berusaha berdiri, untuk kemudian mencoba melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah. Ada juga Ekpresi bahagia yang ditunjukan mereka saat anaknya mengucap sepatah kata menyebut nama mereka, “Mam-ma!..Pap-pa!.”
 
Saat itu aku hanya mengerutkan dahi, merasa tidak ada yang istimewa dari apa yang terlihat. Dan Tuhan mengerti akan maksud diriku. Sehingga aku kembali dibawa untuk melihat kehidupan pasangan pemuda dan pemudi yang tengah kasmaran. Mereka yang masih malu-malu, hanya bisa menundukan kepala tanpa bisa berlama-lama menatap mata orang yang ia cintai. Atau sekedar melepas senyum tanpa ada hal yang lucu terjadi, kecuali keadaan mereka sendiri.
 
“Hmm…” Hanya itu yang bisa aku ucapkan, sebagai tanggapan atas apa yang aku lihat. Dan kembali Tuhan mengerti betapa aku tidak tertarik melihat semua peristiwa yang telah ditunjukan. Apalagi sebelumnya Tuhan juga telah menunjukan kepada diriku, sisi lain selain keindahan itu. Apalah arti kebahagiaan kedua orang tua itu, jika kemudian para orang tua itu merasa berkuasa atas kehidupan anak-anaknya. Bahkan aku juga melihat bagaimana anak-anak itu di terlantarkan dan dimanfaatkan. Lalu apa artinya cinta yang indah itu? Jika pada akhirnya mereka juga akan saling menyakiti dan membenci dikemudian hari? Toh, di tempatku sekarang ini, di Surga, semuanya telah aku dapatkan dan juga rasakan. Lalu mau apalagi?!
 
Akhirnya Tuhan bersabda kepadaku,”Sesungguhnya, telah Aku sempurnakan kehidupan itu dengan maksud yang baik. Dan semua rahasia itu tersembunyi dalam kehidupan itu. Bukan hanya tentang Surga dan Neraka semata. Kau akan menemukan rahasia itu jika kau terlahir ke dunia.”
 
Aku diam sesaat. Menimang-nimang semua. Mencoba mengerti semuanya. Sampai akhirnya aku membuat beberapa permintaan kepada Tuhan. Aku ingin melihat hal yang berbeda dari semua peristiwa yang telah Tuhan tunjukan; aku ingin melihat ekpresi yang berbeda dari pasangan suami-istri saat melihat bayi mereka untuk pertama kalinya; aku ingin melihat ekspresi yang berbeda saat mengetahui anak mereka mengalami kesulitan dalam masa pertumbuhannya; Aku juga ingin melihat bagaimana cinta itu sesungguhnya bagi seseorang yang berbeda. Dan Tuhanpun mengabulkan permintaanku itu. Selanjutnya… inilah aku sekarang!
 
Terlahir ke dunia ini dengan keadaan yang berbeda dari kebanyakan anak-anak yang lain. Ada orang yang menyebutku sebagai, ‘Anak Idiot’ dan ada pula yang menyebutku dengan istilah yang sulit aku mengerti ’Anak pengidap Down Syndrome.” Ya, seperti itulah aku sekarang ketika terlahir ke dunia ini.
 
Dan benar saja, awal pertama saat aku melihat wajah kedua orangtua ku, ekpresi wajah mereka jauh berbeda dari apa yang telah Tuhan tunjukan kepadaku sebelumnya. Wajah-wajah kecewa dan sedih kudapati, dengan hujan airmata dalam tangisan penuh penyesalan dan rasa tidak rela menerima kenyataan.
 
Ibu menangis sambil berusaha untuk memeluk tubuhku dalam enggan. Sedangkan Ayah langsung pergi keluar kamar perawatan dalam perasaan marah, untuk kemudian berteriak keras meluapkan kemarahan kepada Tuhan. Andai Ayah tahu, bahwa semua ini adalah kehendak diriku semata.…
 
Sepanjang aku hidup, selalu saja aku melihat ekspresi yang ditunjukan orangtuaku tidak jauh dari kesedihan, takut, marah dan juga kecewa. Meski setiap saat berusaha untuk bisa menerima diriku apa adanya. Aku bisa melihat hal yang berbeda dari apa yang pernah Tuhan tunjukan kepadaku sebelumnya. Inilah yang aku mau!
 
Aku tidak terlalu terkejut ketika banyak manusia yang memandang rendah diriku, merasa ketakutan ketika dekat denganku; kebingungan dalam ketidaktahuan bagaimana harus bersikap; menatap Iba tanpa bisa berbuat lebih dari itu; mencoba bersikap lebih kepadaku setiap saat; menjadikan diriku bahan olok-olokan dalam candaan mereka. Aku tidak merasa asing mendapati semua itu. Karena Tuhan telah menunjukan semua sifat manusia itu kepadaku sebelumnya. Dan Inilah yang aku mau!
 
Bahkan cinta seolah-olah menjadi tidak mungkin bisa aku rasakan dalam kehidupan ini. Itulah sebab wajah sedih dan khawatir ditunjukan Ayah dan Ibu setiap saat.
“Bagaimana masa depan anak kita, Pak?,” tanya Ibu sambil menatap dengan pandangan yang terhalang airmata yang tertahan di pelupuk mata. Sedangkan Ayah hanya menggelengkan kepala menghela nafas panjang menghilangkan sesak yang juga ia rasa, sambil memeluk erat tubuh Ibu.
 
“Bagaimana jika kita sudah tidak ada lagi di dunia ini, Pak? Bagaimana dengan dirinya saat itu? Apakah mungkin anak kita bisa merasakan kebahagiaan dalam cinta bersama orang yang ia cintai?”
 
Semua pertanyaan itu senantiasa menyelimuti kehidupan Ayah dan Ibu. Dan aku merasa bahwa rahasia kehidupan ini telah ku temukan dalam balutan kasih sayang dan cinta tulus mereka. Semua hal itu tidak aku dapati dalam kehidupan di Surga. Perasaan kagum, bahagia, cinta dan kasih sayang menjadi satu tanpa bisa aku jabarkan sedikitpun. Semua rasa itu lebih indah dari keindahan rasa yang ku dapati ketika menetap di surga.
 
Sesungguhnya aku tidak ingin menjadi bagian dari kehidupan manusia-manusia yang lain, sebagaimana yang aku ketahui. Mereka yang terlihat begitu menakutkan bagi diriku, meski kebahagiaan itu ada diantaranya. Tapi aku tidak ingin menjadi bagian dari mereka, yang senantiasa diselimuti keangkuhan atas apa yang ada pada diri mereka dan atas apa yang mereka miliki.
 
Mereka yang ku tahu, selalu menjadikan nafsu sebagai raja yang menguasai diri mereka; tergila-gila akan harta, tahta dan wanita hingga mampu menutup kata hati mereka atas duka sesama; mereka yang terbuai oleh kenikmatan yang sementara dan demi semua itu tidak perduli nasib keluarga, saudara dan sesama yang menjadi korban; mereka yang suka membunuh mengatas namakan Tuhan dan kebenaran, untuk kemudian membantai sesama dengan alasan yang tersamarkan. Ah, masih banyak lagi dan tidak bisa aku sebutkan satu persatu.
 
Aku tidak ingin menjadi bagian dari semua itu. Meski aku bisa saja menghindar dari semua itu dan menikmati kebahagiaan dengan cinta dan kasih sayang. Tapi kehidupan Surga lebih indah dari itu. Lalu untuk apa aku bersedia turun ke dunia ini jika demikian? Betapa meruginya aku!
 
Aku meminta Tuhan atas kelahiranku yang seperti ini, agar bisa melihat hal yang berbeda dari apa yang pernah ditunjukan kepadaku. Meski mungkin banyak yang terlewatkan untuk bisa aku nikmati dalam keindahan dunia ini. Tetapi tidak mengapa, aku masih bisa menahan rindu hati ini akan Surga. Karena masih bisa merasakan hal yang jauh lebih indah dari tempat asalku. Ketika melihat ketulusan, keikhlasan dan keteguhan atas dasar kasih sayang dari orang tuaku dan orang-orang yang mencintai diriku dengan tulus. Semua selalu saja bisa membuatku lupa akan kerinduan akan Surga!


Protected by Copyscape Duplicate Content Finder

Lisut Penjual Mimpi

Awalnya, semua yang terjadi dalam kehidupan Lisut itu sebenarnya hanya kebetulan saja. Kebetulan yang menghadirkan kebetulan-kebetulan yang lain. Hingga akhirnya profesi yang sekarang tengah ia jalani menjadi satu-satunya mata pencaharian hidup yang lumayan mendatangkan banyak uang bagi Lisut. Profesi sebagai seorang Penjual Mimpi!

Lisut yang sejak kecil sangat berkeinginan untuk bisa merubah taraf hidup keluarganya. Berusaha keras agar bisa lulus sekolah dengan gelar sarjana. Meskipun jelas-jelas orang tuanya tidak mampu untuk membantu Lisut untuk menggapai cita-citanya yang kelewat tinggi itu. Terlebih fisik Lisut yang sedikit berbeda dengan orang lain. Seperti yang diucapkan Bapaknya. “Kamu itu, kalau punya cita-cita dan keinginan harus lihat-lihat dulu keadaan kamu, Sut. Jangan ketinggian kalo punya kepingin, bisa gila kamu nantinya.”

Tapi tekad Lisut sudah bulat, bagaimanapun dia harus bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang sarjana. Apapun akan dia lakukan. Yang penting halal dan tidak merugikan orang lain. Semangat yang selalu berapi-api itupun membuahkan hasil. Lisut pada akhirnya berhasil menjadi seorang sarjana dan lulus dengan predikat sangat memuaskan.
 
Tapi kehidupan seolah mengejek Lisut pada akhirnya. Setelah lulus menjadi seorang sarjana. Ternyata untuk mendapatkan pekerjaan yang diharapkan, yang akan merubah taraf hidup keluarganya itu tidak juga datang. Semua semata karena keadaan fisiknya yang berbeda dengan orang lain. Pernah beruntung bisa bekerja pada sebuah perusahaan yang lumayan terkenal di kotanya. Namun dia harus rela kehilangan pekerjaannya, hanya karena atasannya ketakutan jabatannya akan direbut oleh Lisut. Dan sejak itu kesempatan seolah menutup jalan dirinya. Lisut terus menerus menganggur hingga usia melahap habis kesempatan itu sama sekali.
 
Ketika termenung di pinggir trotoar dalam terik matahari yang membakar. Lisut diam menekur. Kecewa menguasai hatinya. Kembali, sebuah penolakan ia terima dari perusahaan yang sebelumnya terlihat begitu tertarik melihat nilai-nilai dan prestasi sekolah yang dimiliki Lisut. Perasaan kecewa baru yang akhirnya menumpuk dengan perasaan kecewa yang ia timbun sebelumnya. Sampailah Lisut pada titik dimana keyakinan dan semangatnya jatuh di bawah titik Nol. Dengan perasaan marah dan kecewa. Lisut berdiri menghadap Langit, menantang matahari dengan sorot mata penuh kebencian. Lalu jari-jari tanganya masuk kedalam mulut, merogoh isi tenggorokannya sendiri hingga rasa mual dirasa. Dan akhirnya Lisut muntah-muntah!
 
Semua mimpi yang selama ia miliki dibuang keluar dari tubuhnya. Hilang dari hati dan isi kepalanya. Sudah saatnya hidup dalam kenyataan! Ucapnya pada diri sendiri. Kemudian semua mimpi yang berserakan itu dikumpulkannya kembali dan dimasukan dalam kantong plastik. Setelah terikat, dengan segenap perasaan muaknya dilempar jauh ke tengah jalan yang penuh dengan kendaraan lalu lalang melintas kencang. Berharap mimpi yang terbungkus plastik itu hancur dan mengapung ke udara, tertiup angin dan menghilang.
 
Tapi tanpa di sangka-sangka oleh Lisut, seorang bocah pemulung melihat bungkusan mimpi yang ia buang ke tengah jalan. Bocah itu langsung berlari ke tengah jalan tanpa perduli kendaraan yang melintas. Karena mungkin dia pikir, isi dalam kantong itu adalah benda-benda berharga yang bisa ia jual sekedar menambah pendapatannya hari ini.
 
Bocah pemulung itu berdiri di sebrang jalan tempat Lisut berdiri memperhatikannya. Perlahan-lahan dengan wajah penasaran dan berharap-harap cemas. Bocah itu membuka ikatan bungkusan plastik itu. Lisut ingin berteriak mencegah bocah pemulung itu. Namun suaranya hilang ditelan ramainya kendaraan. Setelah ikatan lepas dan bungkusan mimpi Lisut dibuka. Mimpi-mimpi yang sebelumnya dimiliku Lisut mengapung di udara mengelilingi Bocah pemulung itu. Menjadi gambaran-gambaran yang begitu indah dan sangat menarik bagi dirinya. Mimpi-mimpi yang tergambarkan itu menciptakan rona kebahagiaan di wajah sang bocah. Semua gambaran yang tidak pernah ia lihat sebelumnya dan tidak pernah tersirat di dalam benaknya sama sekali. Karena kehidupan nyata yang ia jalani telah merampas hati dan pikirannya tentang semua kemungkinan yang mungkin bisa terjadi dalam hidupnya. Bocah pemulung itu benar-benar terpesona dengan mimpi-mimpi Lisut. Binar matanya menggambarkan harapan baru bagi hidupnya kelak. Dengan perasaan bersemangat dan senyum bahagia, diraihnya satu persatu gambar mimpi Lisut itu. Dia masukan kedalam mulutnya. Dia telan habis tak tersisa.
 
Sementara dari kejauhan, Lisut sendiri terkesima menyaksikan apa yang baru saja ia saksikan. Lisut sama sekali tidak menyangka bahwa mimpi-mimpi yang dulu ia miliki mampu menggerakan seseorang yang seolah telah mati, sebagaimana dirinya sekarang. Yang telah kehilangan mimpi-mimpi indah miliknya. Mimpi yang selama kini menjadi satu-satunya yang menggerakan dirinya untuk tetap bersemangat. Meski banyak sekali halangan, rintangan dan cobaan yang menghadang. Sesal menghampiri diri Lisut kemudian. Sedikitnya, Ia mulai mengerti arti mimpi itu bagi sebagian orang yang kehilangan semangat dan tujuan dalam hidup. Dan Lisut menjadi bagian dari orang-orang itu sekarang.


Protected by Copyscape Duplicate Content Finder

Lelaki Yang Diciptakan Mendung

Aku adalah lelaki yang diciptakan awan hitam setelah bersetubuh dengan angin laut. Awalnya hujan yang aku ciptakan dalam tangisan seorang bayi begitu membahagiakan dan begitu diharapkan. Hujan kebahagiaan. Tapi seiring waktu, hujan yang aku hadirkan memberikan lelah hingga sampai pada titik marah. Dimana kesabaran habis dan mereka tidak mengerti mengapa aku selalu saja menangis dalam hujan yang deras tanpa henti.

“Kamu kenapa, Nak? Berhentilah membasahi wajah polosmu dengan tetesan hujan terus menerus. Terbitkanlah mentari dari hatimu, agar senantiasa ceria kehidupan kami”

Tapi aku sendiri tidak tahu apa sebab aku begini. Aku adalah lelaki yang diciptakan mendung. Tanyakanlah pada awan hitam, mengapa membawa duka dalam percintaannya?! Demikianlah seterusnya aku hidup dalam hujan dan gerimis setiap saat. Apalagi ketika aku semakin mengerti bagaimana kehidupan ini sesungguhnya. Hujan dan selalu Hujan, hanya sesekali gerimis aku ciptakan. Andai aku bisa merubah muara airmata dalam dadaku dan merubahnya menjadi sekeras batu. Mungkin aku tidak akan serapuh ini sebagai lelaki.

Semua orang pernah menangis! Aku tahu itu. Tapi aku tidak hanya mengurai hujan semata, aku melolong seperti srigala yang kesepian. Mengabarkan kepada semua tentang kengerian yang terjadi pada waktu malam dan siang. Disana ada bayi dalam kantung plastik hitam yang dibuang dengan cara dilempar ketengah aliran sungai hitam. Lalu tenggelam tanpa terdengar tangisan. Aku melolong… petir dan halilintar menyambar saling bersahutan seiring hujan badai saat itu.
 
Disana ada seorang perempuan yang merasa lelah berada dalam cengkraman para lelaki yang telah menggagahinya berkali-kali sambil mereka tertawa. Aku kembali melolong. Aku kabarkan kepada kalian dalam hujan badai! Kau dengar itu?! Lalu para pelacur yang pulang dalam wajah lelah dan bosan dalam kelam hidup yang dijalani. Sementara anak-anaknya tertidur dibuai mimpi-mimpi indah kehidupan yang berbeda. Kemudian ada seorang istri yang merasa kecewa , berada disamping suaminya yang tidur mendengkur, lelah setelah persetubuhan yang sangat singkat. Sang istri tidak pernah terpuaskan. Adapula para gembel dan anak jalanan yang tertidur di pinggir trotoar, emperan toko dalam dingin dan lapar yang mereka tahan.
 
Aku lelaki rapuh, yang diciptakan awan hitam. Berharap bisa seperti mereka, menahan gejolak hati dan menutup mata serta telinga. Menjadi robot-robot pekerja demi materi dan kebahagiaan semu. Memenuhi jalan dan trotoar dengan pandangan kosong dalam hati yang hampa. Menyapa hari dengan gelisah dan marah. Tapi diam seperti hewan peliharaan yang selalu butuh dijejali makan di atas piring-piring plastik.
 
Aku terikat pada mendung dalam hitam awan. Dan aku juga tidak mampu menggerakan roda-roda hidup yang senantiasa menggilas jiwa-jiwa manusia. Yang merintih, mengerang, menjerit dan diam dalam berurai tetesan embun di wajah. Sebagaimana juga aku setiap saat sebelum akhirnya menciptakan hujan atau gerimis, dengan badai dan halilintar ataupun tidak sama sekali.

Protected by Copyscape Duplicate Content Finder

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More